ANATOMI FISIOLOGI GINJAL
A. LATAR BELAKANG
Ginjal merupakan sepasang organ yang berbentuk seperti kacang buncis,
berwarna coklat agak kemerahan yang terdapat pada kedua sisi kolumna vertebral
posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam.
Ginjal terbentang dari verterba torakalis kedua belas sampai vertebra lumbalis
ketiga. Sebuah kelenjar adrenal terletak di kutub superior setiap ginjal,
tetapi tidak berhubungan secara langsung dengan proses eliminasi urine.
Struktur ginjal dilingkupi serabut tipis dari jaringan fibrus yang rapat
membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat
struktur-struktur ginjal. Terdiri atas bagian korteks dari sebelah luar dan
bagian medulla di sebelah dalam. Struktur halus ginjal terdiri atas
banyak nefron yang merupakan satuan-satuan fungional ginjal dan diperkirakan
ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal.
Setiap nefron mulai sebagai berkas kalpiler (badan malphigi atau glomerulus)
yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada nefron. Dari sisi
tubulus berkelok-kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula
proksimal dan sesudah itu terdapat sebuah simpai Henle. Kemudian tubula itu
berkelok-kelok lagi disebut kelokan kedua atau tubula distal yang bersambung
dengan tubula penampung, yang berjalan melintasi korteks dan medulla, yang
berakhir di puncak salah satu pidamida. Ginjal memainkan peranan penting dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit. Ginjal menyaring produk limbah dari darah
untuk membentuk urine.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang , rumusan
masalah yang dapat kami angkat yaitu :
1.
Bagaimana
susunan umum ginjal dan traktus uranius?
2. Apa yang
dimaksud dengan filtrasi, reabsorpsi dan sekresi?
3. Bagaimana
proses autoregulasi ginjal?
4. Bagaimana
sistem renin angiostensin di ginjal?
C.
TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui bagaimana susunan umum ginjal dan traktus uranius.
2.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan filtrasi, reabsorpsi dan sekresi.
3. Untuk
mengetahui bagaimana proses autoregulasi ginjal.
4. Untuk
mengetahui bagaimana sistem renin angiostensin di ginjal.
D.
MANFAAT
Manfaat dari
pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami tentang susunan umum
ginjal, traktus urinarius, filtrasi, reasobrsi, sekresi, autoregulasi, serta
sistem renin angiostenin di ginjal sehingga mahasiswa mampu meningkatkan
kemampuan dalam mengkonstrusikan ilmu tentang anatomi ginjal. Tidak hanya mampu
memahami tetapi juga mampu menguraikan dan menerapkan konsep anatomi sistem
urinari dan fisiologi ginjal saat memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien/klien.
ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL
A. SUSUNAN UMUM GINJAL DAN TRAKTUS URINARIUS
Manusia memiliki sepasang ginjal yaitu ginjal kanan dan ginjal kiri. Posisi
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan
tertekan oleh organ hati. Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen,
diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan
yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik,
suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung
kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh kapsul
fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.
1. Anatomi kasar (ginjal)
a.
Tampilan
Ginjal
merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis berwarna coklat agak
kemerahan, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih sebesar
kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 – 175 gr pada
laki-laki dan 115-155 gr pada perempuan.
b.
Lokasi
1)
Ginjal
terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang
berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ retroperitoneal
dan terletak di antara otot-otot punggung dan peritoneum rongga abdomen atas.
Tiap tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar adrenal di atasnya.
2)
Dalam kondisi
normal ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi
anatomi hati.
3)
Jaringan
ikat pembungkus
Setiap ginjal di selubungi 3 jaringan ikat.
a)
Fasia renal, adalah
pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal pada struktur di
sekitarnya dan mempertahankan posisi organ.
b)
Lemak
perirenal, adalah jaringan adipose yang terbungkus fasia ginjal. Jaringan ini
membantali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya.
c)
Kapsul
fibrosa (Ginjal), adalah membrane halus transparan yang langsung
membungkus ginjal dan dengan dapat mudah di lepas.
2.
Struktur
internal ginjal
Struktur
internal ginjal meliputi :
a.
Hilus
(hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal.
b.
Sinus Ginjal adalah
rongga berisi lemak yang membuka pada hilus. Sinus ini membentuk perlebatan
untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan arteri renalis, saraf dan
limpatik.
c.
Pelvis
Ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini perlanjut menjadi 2-3
kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian penghasil urine pada
ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang menjadi beberapa(8-18) kaliks minor.
d.
Parenkin
Ginjal, adalah jaringan ginjal yang menyeubungi struktur sinus ginjal. Jaringan ini
terbagi menjadi medula dalam dan korteks luar.
1)
Medula terdiri
dari masa-masa triangular yang disebut piramida ginjal. Ujung yang sempit dari
setiap piramida, papilla, masuk dengan pas dalam kaliks minur dan di tembus
mulut duktus pengumpul urine.
2)
Korteks tersusun
dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang merupakan unit structural dan
fungsional ginjal. Korteks terletak di dalam di antara piramida-piramida
medulla yang bersebelahan untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari
tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir ke dalam duktus pengumpul.
e.
Ginjal
terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu
piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan jaringan korteks yang
melapisinya.
3. Struktur Nefron
Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Satu ginjal mengandung 1-4 juta
nefron yang merupakan unit pembentuk urine. Setiap nefron memiliki 1 komponen
vascular (kapilar) dan 1 komponen tubular. Nefron tersusun atas glomerulus,
kapsul Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus distal, dan
duktus pengumpul.
a.
Glomelurus
Glomerulus
merupakan struktur awal nefron berbentuk gulungan kapiler yang tersusun dari
jonjot-jonjot kapiler yang mendapat darah dari vasa aferen dan mengalirkan
darah balik lewat vasa eferen. Glomerulus dikelilingi oleh kapsul Bowman
yaitu kapsul epitel yang berdinding ganda. Dinding kapiler glomerulus tersusun
dari lapisan sel-sel endotel dan membran basalis. Sel-sel epitel berada pada
salah satu sisi membran basalis, dan sel-sel endotel pada sisi lainnya.
Glomelurus dan kapsul bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.
1)
Lapisan
visceral kapsul bowman adalah lapisan internal epithelium. Sel-sel lapisan
liseral di modifikasi menjadi podosit (“sel seperti kaki”), yaitu sel-sel
epitel khusus di sekitar kapilar glomurular.
a)
Setiap sel
podosit melekat pada permukaan luar kapilar glomerular melalui beberapa
prosesus primer panjang yang mengandung prosesus sekunder yang disebut prosesus
kaki atau pedikel (“kaki kecil”).
b)
Pedikel
berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus yang sama dari podosit
tetangga. Ruang sempit antara pedikel yang berinterigitasi disebut filtration
slits (pori pori dari celah) yang lebarnya sekita 25 nm. Setiap pori dilapisi
selapis membrane tipis yang memungkinkan aliran beberapa molekul dan menahan
aliran molekul lainnya.
c)
Barier
filtrasi glomelular adalah barier jaringan yang memisahkan darah dalam
kapilar glomerular dari ruang dalam kapsul Bowman. Barier ini terdiri dari endothelium
kapilar, membrane dasar (lamina basalis) kapilar, dan filtration slits.
b.
Lapisan
parietal kapsul bowman membentuk tepi terluar korpuskel ginjal.
1)
Pada kutub
vascular korpuskel ginjal, arteriola averen masuk ke glomerulus dan arteriol
eferen keluar dari glomelurus.
2)
Pada kutub
urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi aliran yang masuk ke tubulus
konturtus proksimal.
a)
Tubulus
konturtus proksimal panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku. Pada
permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitel kuboit
yang kaya akan mikro vilus (Brush Border) dan memperluas area permukaan lumen.
b)
Ansa Henle. Tubulus
kontruktus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa henle yang masuk ke
dalam medulla, membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik ke
atas membentuk tungkai asenden ansa henle.
(1)
Nefron
korteks terletak di bagian terluar korteks. Nefron ini memiliki lekukan pendek
yang memanjang ke sepertiga bagian atas medula.
(2)
Nefon
jukstamedular terletak di dekat medulla. Nefron ini memiliki
lekukan panjang yang menjulur ke dalam piramida medular.
c.
Tubulus
konturtus distal juga sangat berliku panjangnya sekitar 5 mm dan
membentuk segmen terakhir nefron.
1)
Di sepanjang
jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding arteriol aferen. Bagian
tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel termodifikasi yang
disebut macula densa. Macula densa berfungsi sebagai suatu kemoreseptor
dan distimulasi penurunan ion natrium.
2)
Dinding
arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densal mengandung sel-sel otot
polos termodifikasi yang disebut sel jukstaglomelular. Sel ini
distimulasi melalui penurunan tekanan darah untuk memproduksi renin.
3)
Macula densa
, sel jukstaglomelular dan sel mesangium saling bekerja sama untuk membentuk apparatus
jukstaglomelural yang penting dalam pengaturan tekanan darah.
d.
Tubulus
duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul berdesendan di
koteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah tubulus konturtus
distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus
pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urine ke dalam
kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks
mayor. Dari pelvis ginjal, urine di alirkan ke ureter yang mengarah ke kandung
kemih.
B. FILTRASI, REABSORPSI, DAN SEKRESI
a.
Filtrasi
Glomerular
1)
Definisi
Filtrasi adalah proses penyaringan
darah yang terjadi di glomerular atau perpindahan cairan dan zat terlarut dari
kapiler glomerular, dalam gradient tekanan tertentu ke dalam kapsul Bowman.
Filtrasi ini dibantu oleh faktor berikut meliputi :
a) Membran kapilar glomerular lebih
permeable dibandingkan kapilar lain alam tubuh sehingga filtrasi berjalan dengan
sangat cepat.
b) Tekanan darah dalam kapiler
glomerular lenih tinggi dibandingkan tekanan darah dalam kapilar lain karena
diameter arteriol eferen lebih kecil dibandingkan diameter arteriol aferen.
2)
Mekanisme
filtrasi glomerular meliputi :
a) Tekanan Hidrostatik (darah) gromerular
mendorong cairan dan zat terlarut keluar dari darah dan masuk ke ruang kapsul
Bowman.
b) Dua tekanan yang berlawanan dengan tekanan hidrostatik
glomerular.
(1) Tekanan hidrostatik dihasilkan dari cairan dalam
kapsul Bowman. Tekanan ini cenderung untuk menggerakan cairan keluar
dari kapsul menuju glomerulus.
(2) Tekanan osmotik koloid dalam glomerulus yang
dihasilkan oleh protein plasma adalah tekanan yang menarik cairan dari kapsul
Bowman untuk memasuki glomerulus.
c) Tekanan filtrasi efektif (effective
filtration force (EFPI) adalah tekanan dorong netto. Tekanan ini adalah
selisi antara tekanan yang cenderung mendorong cairan glomerulus menuju kapsul
Bowman dan tekanan yang cenderung menggerakan cairan ke dalam glomerulus dari
kapsul Bowman.
EFP= (Tekanan hidrostatik
glomerular) –(tekanan kapsular) + (tekanan osmotik koloid glomerular)
3) Laju filtrasi glomerular (glomerular
filtration rate (GFR)
Laju
filtrasi glomerular adalah jumlah filtrate yang terbentuk per menit pada semua
nefron dari kedua ginjal. Pada laki-laki, laju filtrasi ini sekitar 125
ml/menit atau 180 L dalam 24 jam : pada perempuan, sekitar 110 ml/menit.
4) Faktor yang mempengaruhi GFR
a) Tekanan filtrasi efektif.
GFR
berbanding lurus dengan EFR dan perubahan tekanan yang terjadi akan
mempengaruhi GFR. Derajat konstriksi arteriol aferen dan eferen menentukan
aliran darah ginjal dan juga tekanan hidrostatik glomerular.
(1)
Kontriksi
arterior aferen menurunkan aliran darah dan mengurangi laju
filtrasi glomerulus.
(2)
Konstriksi
arteriol eferen menyebabkan terjadinya tekanan darah tambahan dalam
glomerukus dan meningkatkan GFR.
b)
Stimulasi
simpatis
Suatu
peningkatan impuls simpatis, seperti yang terjadi saat stres, akan menyebabkan
konstriksi arteriol aferen menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus dan
menyebabkan penurunan GFR.
c)
Obstruksi
aliran urinaria
Obstruksi
aliran urinaria oleh batu ginjal atau batu dalam ureter akan meningkatkan
tekanan hidrostatik dalam kapsul Bowman dan menurunkan GFR.
d)
Kelaparan,
diet sangat rendah protein atau penyakit hati
Kelaparan,
diet sangat rendah protein atau penyakit hati akan menurunkan tekanan
osmotik koloid darah sehingga meningkatkan GFR
e)
Berbagai
penyakit ginjal
Berbagai
penyakit ginjal dapat meningkatkan permeabilitas kapilar glomerular dan meningkatkan
GFR.
5) Komposisi filtrat glomerular
a)
Filtrat
dalam kapsul Bowman identik dengan filtrate plasma dalam hal air dan zat
terlarut dengan berat molekul rendah, seperti glukosa, klorida, natrium,
kalium, fosfat, urea, asam urat, dan kreatinin.
b)
Sejumlah
kecil albumin plasma dapat terfiltrasi, tetapi sebagian besar diabsorpsi
kembali dan secara normal tidak tampak pada urine.
c)
Sel darah
merah dan protein tidak difiltasi. Penampakannya dalam urine menandakan
suatu abnormalitas. Penampakan sel darah putih biasanya menandakan adanya
infeksi bakteri pada traktus urinaria bagian bawahnya.
b. Reabsopsi Tubulus.
Reabsorpsi tubulus yaitu penyerapan kembali zat-zat yang masih berguna
pada urine primer yang terjadi di tubulus proksimal. Sebagian besar filtrat
(99%) secara selektif di reabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui difusi
pasif gradien kimia atau listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut,
atau difusi terfasilitasi. Sekitar 85% natrium klorida dan air serta semua
glukosa dan asam amino pada filtrat glomerulus diabsorpsi dalam tubulus
kontortus proksimal, walaupun reabsorpsi berlangsung pada semua bagian
nefron. Reabsorpsi tubulus meliputi :
1. Reabsorpsi ion natrium
a.
Ion-ion
natrium ditranspor secara pasif melalui difusi terfasilitasi (dengan
carrier) dari lumen tubulus kontortus proksimal ke dalam sel-sel epitel
tubulus yang berkonsentrasi ion natriumnya lebih rendah.
b.
Ion-ion
natrium yang ditranspor secara aktif dengan pompa natrium-kalium, akan
keluar dari sel-sel epitel untuk masuk ke cairan interstisial di dekat ,kapilar
peritubular.
2. Reabsorpsi ion klor dan ion negatif lain
a.
Karena ion
natrium positif bergerak secara pasif dari cairan tubulus ke sel dan secara
aktif dari sel ke cairan interstisial peritubular, akan terbentuk
ketidakseimbangan listrik yang justru membantu pergerakan pasif ion-ion
negatif.
b.
Dengan
demikian, ion klor dan bikarbonat negative secara pasif berdifusi ke dalam
sel-sel epitel dari lumen dan mengikuti pergerakan natrium yang keluar menuju
cairan peritubulus dan kapilar tubular.
3. Reabsorpsi glukosa, fruktosa, dan asam amino
a.
Carrier glukosa dan
asam amino sama dengan carrier ion natrium dan digerakkan melalui
kotranspor.
b. Maksimum transport. Carrier
pada membrane sel tubulus memiliki kapasitas reabsorpsi maksimum untuk glukosa,
berbagai jenis asam amino, dan beberapa zat terabsorpsi lainnya. Jumlah ini
dinyatakan dalam maksimum transport (transport maximum [Tm]).
c.
Maksimum
trasnspor [Tm] untuk glukosa adalah jumlah maksimum yang dapat ditranspor
(reabsorpsi) per menit, yaitu sekitar 200 mg glukosa/100 ml plasma. Jika kadar
glukosa darah melebihi nilai Tm-nya, berarti melewati ambang plasma ginjal
sehingga glukosa muncul di urine (glikosuria).
4.
Reabsorpsi
air. Air
bergerak bersama ion natrium melalui osmosis. Ion natrium berpindah dari area
konsentrasi air tinggi dalam lumen tubulus kontortus proksimal ke area
berkonsentrasi air rendah dalam cairan interstisial dan kapilar peritubular.
5.
Reabsorpsi
urea. Seluruh
urea yang terbentuk setiap hari difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar 50% urea
secara pasif direabsorpsi akibat gradien difusi yang terbentuk saat air
direabsorpsi. Dengan demikian 50% urea yang difiltrasi akan diekresi dalam
urine.
6.
Reabsorpsi
ion anorganik lain, seperti kalium, kalsium, fosfat, dan sulfat, serta
sejumlah ion anorganik adalah melalui transport aktif.
c.
Sekresi
Mekanisme sekresi tubular adalah proses aktif yang
memindahkan zat keluar dari darah dalam kapilar peritubular melewati
sel-sel tubular menuju cairan tubular untuk dikeluarkan dalam urine.
1.
Zat-zat
seperti ion hydrogen, kalium, dan ammonium, prodek akhir metabolic kreatinin
dan asam hipurat serta obat-obatan tertentu (penisilin) secara aktif disekresi
ke dalam tubulus.
2.
Ion hydrogen
dan ammonium diganti dengan ion natrium dalam tubulus kontortus distal dan
tubulus pengummpul. Sekresi tubular yang selektif terhadap ion hydrogen dan
ammonium membantu dalam pengaturan pH plasma dan keseimbangan asam basa cairan
tubuh.
3.
Sekresi
tubular merupakan suatu mekanisme yang penting untuk mengeluarkan zat-zat kimia
asing atau tidak diinginkan.
C. AUTOREGULASI GINJAL
Mekanisme autoregulasi intrinsik ginjal mencegah aliran darah ginjal dan
GFR akibat variasi fisiologis pada rentang tekanan darah arteri. Autoregulasi
seperti ini berlangsung pada rentang tekanan darah yang lebar (antara 80 mmHg
dan 180 mmHg).
(1)
Jika rentang
tekanan darah arteri (normalnya 100 mmHg) meningkat, arteriol aferen
berkontriksi untuk menurunkan aliran darah ginjal dan menguragi GFR. Jikar
rerata tekanan darah arteri menurun terjadi vasolidasi arteriol eferen untuk
meningkatkan GFR. Dengan demikian perubahan-perubahan mayor dapat dicegah.
(2)
Autoregulasi
melibatkan mekanisme umpan balik dari reseptor-reseptor peregang dalam dinding
arteriol dan dari apparatus jukstaglomerular.
(3)
Di samping
mekanisme autoregulasi ini peningkatan tekanan arteri dapat sedikit
meningkatkan GFR. Karena begitu banyak filtrate glomerular yang dihasilkan
sehari, perubahan yang terkecil pun dapat meningkatkan haluaran urine.
Meskipun
suatu perubahan tekanan arteri menyebabkan perubahan jelas dalam pengeluaran
urina, tekanan ini dapat berubah dari sekecil 75 mn.Hg sampai setinggi
160mn.Hg, sementara menyebabkan perubahan yang sangat kecil atas laju filtrasi
glomerulus. Efek ini di lukiskan dalam gambar dan disebut autoregulasi
laju filtrasi glomerulus. Ini penting karena nefron memerlukan laju
filtrasi glomerulus yang optimum jika ia melakukan fungsinya. Bahkan laju
filtrasi glomerulus lebih besar atau lebih kecil 5% dapat menyebabkan pengaruh
yang besar dalam menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan ke dalam urine
atau ekskresi produk-produk sisa yang diperlukan, yang terlalu kecil.
Mekanisme
Autoregulasi laju filtrasi Glomerulus – umpan balik tubuloglomerulus
Untunglah
tiap nefron tidak dilengkapi satu tetapi mekanisme umpan balik yang
bersama-sama menyelenggarakan autolegulasi filtrasi glomerulus dalam deraajat
yang diperlukan. Kedua mekanisme ini adalah
1.
Mekanisme
umpan balik vasodilator arteriol aferen
2.
Mekanisme
umpan balik vasokonstriktor arteriol eferen.
Kombinasi
kedua mekanisme umpan balik ini dinamai umpan balik tubuloglomerulus. Dan
proses umpan balik mungkin timbul seluruhnya atau hampir seluruhnya pada
kompleks jukstaglomerulus yang mempunyai sifat-sifat berikut ini:
Kompleks
jukstaglomerulus mengilustrasikan kompleks jukstaglomerulus, yang
memperlihatkan bahwa tubulus distalis melintasi sudut antara arterior aferen
dan eferen, benar-benar berbatasan dengan salah satu dari kedua arteriol ini.
Lebih lanjut, sel-sel epitel tubulus distalis yang berkontak dengan arteriol
lebih padat dari pada sel-sel tubulus lain dan secara bersama-sama dinamai makuladensa.
Di dalam tubulus distalis makula densa terletak kira-kira pertengahan di dalam
segmen pengenceran tubulus distalis, pada ujung atas bagian tebal cabang asendenansa
Henle. Sel-sel otot polos kedua arteriol aferen dan eferen membengkak dan
mengandung granula gelap tempat ia berkontak dengan makula densa. Sel-sel ini
dinamai sel-sel jukstaglomerulus (sel-sel JG) dan granula ini terutama
mengandung renin yang tak aktif.
Mekanisme
umpan balik vasodilator arteriol fisiologidan mekanisme penyakit
Aferen laju
filtrasi glomerulus yang rendah memungkinkan reabsorpasi klorida yang
berlebihan di dalam tubulus sehingga menurunkan konsentrasi ion klorida pada
mukula densa. Sebaliknya penurunan ion-ion klorida ini memulai isyarat dari
makula densa untuk mendilatasi arteriol aferen. Letakkan kedua kenyataan ini
bersama-sama, yang berikut ini adalah mekanisme umpan balik vasodilator
arteriol aferen untuk mengatur laju filtrasi glomerulus :
1.
Terlalu
sedikitnya aliran filtrasi glomerulus kedalam tubulus menyebabkan penurunan
konsentrasi klorida pada makula densa.
2.
Penurunan
konsentrasi klorida menyeabkan dilatasi arteriol aferen.
3.
Sebaliknya
ini meningkatkan kecepatan pengaliran darah kedalam glomerulus dan meningkatkan
tekanan glomerulus.
4.
Peningkatan
tekanan glomerulus meningkatkan laju filtrasi glomerulus kembali kearah tingkat
yang di perlukan.
Mekanisme
umpan balik vasokonstriktor arteriol eferen
Ion-ion
klorida yang terlalu sedikit pada makula densa di anggap juga menyebabkan
sel-sel jukstaglomerulus melepaskan renin dan sebaliknya ini menyebabkan
pembentukan angiontensi. Kemudian angiontensi tertama mengkontriksikan arteriol
eferen karena ia lebih sensitive terhadap angiontensi II dari pada arteriol
aferen.
Dengan
kenyataan ini dalam pikiran, sekarang kita dapat mendeskripsikan mekanisme
vasokonstriktor arteriol eferen yang membantu mempertahankan laju filtrasi
glomerulus yang konstan :
1.
Laju
filtrasi glomerulus yang terlalu rendah menyebakan reabsopsi ion-ion klorida
yang berlebihan dalam filtrat, mengurangi konstrentasi klorida pada makula
densa.
2.
Kemudian
konsentasi ion-ion klorida yang rendah menyebabkan sel-sel JG bebaskan renin
dan granula-granulanya.
3.
Renin
menyebabkan pembentukan angiontensi II.
4.
Angiontensi
II mengkonstriksikan arterioal eferen, yang menyebabkan menigkatnya tekanan di
dalam glomelurus.
5.
Kemudian
peningkatan tekanan meningkatkan laju filtrasi glomerulis kembali kearah yang
normal.
Jadi ini
masih mgerupakan mekanisme umpan balik negatif lainnya yang membantu
mempertahankan laju filtrasi glomerulus yang saat konstan ia melakukan itu
dengan mengkonstriksikan arteriol eferen pada waktu yang sama sehingga
mekanisme vasodilator aferen yang dilukiskan diatas mendilatasi ateriol aferen.
Bila kedua mekanisme ini berfungsi bersama-sama maka laju filtrasi glomerulus
hanya meningkat beerapa persen walaupun tekanan arteri berubah antara batas 75
mm.Hgdan 160 mm.Hg.
Autoregulasi
aliran darah ginjal
Bila tekanan
arteri berubah hanya beberapa menit pada suatu waktu, maka aliran darah ginjal
dan laju filtasi glomerulus diautorigulasi pada waktu yang sama. Ini dilukiskan
pada gambar ia memperlihatkan aliran darah ginjal yang relatif konstan antara
batas 70 dan 160 mm.Hg tekanan arteri.
Mekanise
umpan balik vasodilator arteriol aferen yang dilukiskan di gambar yang
menyebabkan autoregulasi aliran darah ginjal ini. Ini dapat dijelaskan sebagai
berikut : bila aliran darah ginjal menjadi terlalu sedikit, maka tekanan
glomerulus turun dan laju filtrasi glomerulus juga menjadi terlalu sedikit.
Sebagai akibatnya, mekanisme umpan balik menyebabkan arteriol aferen
berdilatasi untuk menembalikan laju filtrasi glomerulus kembali ke arah normal.
pada waktu yang sama, dilatasi juga meningkatkan aliran darah kembali kearah
nomal walaupun tekanan arteri rendah.
D. SISTEM RENIN ANGIOTENSIN DI GINJAL
Renin adalah
hormon lain yang diproduksi oleh ginjal. Fungsi utama hormon ini adalah untuk
mengatur aliran darah pada waktu terjadinya iskeemia ginjal (penurunan suplai
darah). Renin disintesis dan dilepaskan dari sel jukstaglomerulus, yang berada
di apparatus jukstaglomerulus ginjal.
Peranan Sistem Renin – Angiotensin
dan Mekanisme Vasokonstriktor Eferen Dalam memelihara Air dan Garam Tetapi
Membuang Urea Selama Hipotensi Arteri
Mekanisme
vasokonstriktor arteriol eferen tak hanya membantu memelihara filtrasi
glomerulus yang normal sewaktu tekanan arteri turun terlalu rendah tetapi juga
memberikan cara untuk mengatur ekskresi urea secara terpisah dari ekskresi air
dan garam. Pada hipotensi arteri, sangat penting melindungi sebanyak mungkin
air dan garam. Di pihak lain,sama pentingnya untuk meneruskan mengekskresi
produk-produk sisa tubuh, yang paling banyak adalah urea. Di bagian lebih awal
dalam bab ini telah di tunjukan bahwa kecepatan ekskresi urea hampir langsung
sebanding dengan laju filtrasi glomerulus. Sehingga sejauh mekanisme
vasokonstriktor arteriol eferen dapat mempertahankan filtrasi glomerulus yang
tinggi, juga pada tekanan arteri yang rendah, urea yang akan diekskresikan ke dalam
urina hampir mendekati jumlah yang normal. Sehingga hipotensi yang menurunkan
tekanan arteri hingga serendah 65 sampai 70mm.Hg tak menyebabkan retensi urea
yang bermakna.
Di pihak
lain, karena angiotensi II di bentuk dalam ginjal dan juga di dalam darah yang
bersirkulasi selama hipotensi arteri, maka ini menyebabkan retensi air dan
berbagai ion-ion – natrium, klorida, kalium dan lain-lainnya secara nyata oleh
ginjal. Jadi ini memberikan suatu cara untuk memelihara air dan ion-ion
walaupun kenyataanya bahwa urea terus menerus diekskresikan.
Mungkin
angiontensin menyebabkan konservasi air dan ion dengan mekanisme berikut. Ia
meningkatkan tahanan arteriol, yang mengurangi aliran darah ginjal
sehingga juga mengurangi tekanan kapiler peritubulus. Sebaliknya ini
meningkatkan kecepatan reabsorpsi air dan elektrolit-elektrolit dari
sistem tubulus.
A. KESIMPULAN
Manusia memiliki sepasang ginjal yaitu ginjal kanan dan ginjal kiri. Posisi
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri, bentuknya seperti
kacang buncis berwarna coklat agak kemerahan. Struktur internal ginjal terdiri
dari Hilus (hilum), sinus, pelvis ginjal, dan parenkim ginjal yang
terdiri lagi dari medulla dan korteks. Ginjal juga tersusun atas nefron Nefron
merupakan unit fungsional ginjal. Satu ginjal mengandung 1-4 juta nefron yang
merupakan unit pembentuk urine. Nefron tersusun atas glomerulus, kapsul Bowman,
tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus distal, dan duktus pengumpul.
Di ginjal juga terjadi proses filtrasi, reabsorpsi dan sekresi,
Autoregulasi
ginjal merupakan suatu perubahan pada laju filtrasi glomerulus yang disebabkan
oleh perubahan tekanan arteri dan menimbulkan perubahan yang jelas dalam
pengeluaran urina dimana tekanannya dapat berubah dari sekecil 75 mn.Hg sampai
setinggi 160mn.Hg. Ginjal juga memproduksi hormon lain yaitu Renin. Fungsi
utama hormon ini adalah untuk mengatur aliran darah pada waktu terjadinya
iskeemia ginjal (penurunan suplai darah).
DEHIDRASI
1. Dehidrasi adalah keadaan dimana
seseorang invididu yang tidak menjalani puasa mengalmai atau beresiko mengalmai
dehidrasi vaskuler, interstitial atau intra vaskuler (Lynda Jual Carpenito,
2000 : 139).
2. Dehidrasi adalah kekurangan cairan
tubuh karena jumlah cairan yang keluar lebih banyak dari pada jumlah cairan
yang masuk (Sri Ayu Ambarwati, 2003).
3. Dehidrasi adalah suatu gangguan
dalam keseimbangan cairan yang disertai dengan output yang melebihi intaks
sehingga jumlah air dalam tubuh berkurang (Drs. Syaifuddin, 1992 : 3).
4. Dehidrasi adalah kehilangan cairan
tubuh isotik yang disertai kehilangan antrium dan air dalam jumlah yang relatif
sama. (Sylvia A. Price, 1994 : 303)
Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bawha dehidrasi adalah
kekurangan cairan ekstra selular yang mengakibatkan berpindahnya cairan atau
hilang dari tubuh.
Klasifikasi
dehidrasi menurut Donna D. Ignatavicus ada 3 jenis :
a. Dehidrasi Isotonik
Dehidrasi
isotonik adalah air yang hilang diikuti dengan elektrolit sehingga kepekatannya
tetap normal, maka jenis dehidrasi ini biasnaya tidak mengakibatkan cairan ECF
berpindah ke ICF.
b. Dehidrasi Hipotonik
Dehidrasi
hipotonik adalah kehilangan pelarut dari ECF melebihi kehilangan cairan,
sehingga dipembuluh darah menjadi lebih pekat. Tekanan osmotik ECF menurun
mengakibatkan cairan bergerak dari EFC ke ICF. Volume vaskuler juga menurun
serta terjadi pembengkakan sel.
c.
Dehidrasi
Hipertonik
Dehidrasi
hipertonik adalah kehilangan cairan ECF melebihi pelarut pada dehidrasi ini non
osmotik ECF menurun, mengakibatkan cairan bergerak dari ICF ke ECF.
B. Etiologi
Bermacam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe /
jenis-jenis dehidrasi (Menurut Donna D. Ignatavicus, 1991 : 253).
1. Dehidrasi
a. Perdarahan
b. Muntah
c. Diare
d. Hipersalivasi
e. Fistula
f. Ileustomy
(pemotongan usus)
g. Diaporesis
(keringat berlebihan)
h. Luka bakar
i. Puasa
j. Terapi
hipotonik
k. Suction
gastrointestinal (cuci lambung)
2. Dehidrasi
hipotonik
a. Penyakit
DM
b. Rehidrasi
cairan berlebih
c. Mal
nutrisi berat dan kronis
3. Dehidrasi
hipertonik
a. Hiperventilasi
b. Diare air
c. Diabetes
Insipedusà hormon ADH menurun
d. Rehidrasi
cairan berlebihan
e. Disfagia
f. Gangguan
rasa haus
g. Gangguan
kesadaran
h. Infeksi
sistemik : suhu tubuh meningkat.
C. Patofisiologi
Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum
terjadi pada berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan
dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Penyebab
tersering kekurangan volume cairan yang juda sering terjadi adalah tersimpannya
cairan pada cidera jaringan luna, luka bakar berat, peritonitis / obstruksi
saluran cerna. Terkumpulnya cairan di adlam ruang non ECF dan non ECF. Pada
prinsipnya cairan menjadi terperangkap dan tidak dapat dipakai oleh tubuh.
Penumpulkan volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-ruang seperti
beradal dari volume ECF sehingga dapta mengurangi volume sirkulasi darah
efektif.
Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan
hipotonik yang terdiri dari ari, Na (30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan
berat pada lingkungan yang panas, bisa terjadi kehilagnan 1 L keringat / jam.
Sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume jika asupannya tidak mencukupi.
Jumlah besar cairan dapat hilang melalui kulit karna penguapan jika luka bakar
dirawat dengan metode terbuka.
Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya
penyakit ginjal terjadi pada 3 keadaan yang paling sering adalah pemakaian
diuretik yang berlebihan, terutama tiazid atau diuretik sampai yang kuat
seperti furosemid. Diuresis osmotik obligatorik juga sering menyebabkan
kehilangan Na dan air yang terjadi selama glikosuria pada DM yang tidak
terkontrol atau koma hipermosmolar non ketonik pada kasus pemberian makanan
tinggi protein secara enternal atau parenteral dapat terbentuk urea dalam
jumlah besar yang bisa bertindak sebagai agen osmotik.
Apapun penyebab dari kekurangan volume cairan,
berkurangnya volume ECF menganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik
vene ke jantung sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Karena tekanan
arteri rata-rata = curah x tahanan perifer total maka penurunan curah jantung
mengakibatkan hipotensi. Penurunan tekanan darah dideteksi oleh baroreseptor
pada jantung dan arteri karotis dan diteruskan ke pusat vasomotor di batang
otak, yang kemudian menginduksi respon simpatis. Respon berupa vasokonstriksi
perifer, peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung bertujuan untuk mengembalikan
curah jantung dan perfusi jarignan yang normal.
Penurunan perfusi ginjal merangsang mekanisme
renin-angiotensin-aldosteron. Angiotensin merangsang vasokonstriksi sistemik
dan aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium oleh ginjal.
Jika terjadi hipovolemi yang lebih berat (1000 ml)
maka vasokontriksi dan vasokonstriksi yang diperantai oleh angiotensin II yang
meningkat. Terjadi penahanan aliran darah yang menuju ginjal, saluran cerna,
otot dan kulit, sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif
dipertahankan.
D. Manifestasi Klinis
Berikut ini gejala atau tanda dehidrasi berdasarkan
tingkatannya (Nelson, 2000) :
1. Dehidrasi ringan (kehilangan cairan
2-5% dari BB semula)
a. Haus, gelisah
b. Denyut nadi 90-110 x/menit, nafas
normal
c. Turgor kulit normal
d. Pengeluaran urine (1300 ml/hari)
e. Kesadaran baik
f. Denyut jantung meningkat
2. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan
5% dari BB semula)
a. Haus meningkat
b. Nadi cepat dan lemah
c. Turgor kulit kering, membran mukosa
kering
d. Pengeluaran urien berkurang
e. Suhu tubuh meningkat
3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan
8% dari BB semula)
a. Penurunan kesadaran
b. Lemah, lesu
c. Takikardi
d. Mata cekung
e. Pengeluaran urine tidak ada
f. Hipotensi
g. Nadi cepat dan halus
h. Ekstremitas dingin
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita dehidrasi (Doenges
& Sylvia Anderson):
1. Obat-obatan Antiemetik
Untuk
mengatasi muntah
2. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran
feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare serta dapat
diberikan oralit.
3. Pemberian air minum
Pemberian
air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk mengatasi
ketidakseimbangan yang terjadi.
4. Pemberian cairan intravena
Pada
kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan intravena.
Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih untuk kasus-kasus
dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan menambah volume plasma.
Segera setelah pasien mencapai normotensi, separuh dari larutan garam normal
(0,45%) diberikan untuk menyediakan air bagi sel-sel dan membantu pembuangan
produk-produk sisa metabolisme.
5. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian
bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk mengetahui apakah
aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan fungsi ginjal normal.
F. Pengkajian Fokus
1. Demografi
Jenis
kelamin : dehidrasi rentan terjadi
pada wanita dari pada pria.
Umur : sering terjadi pada usia di atas 65
tahun.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu
1) Fistula
2) Ileustomy
3) Suction gastrointestinal
4) DM
5) Diabetes insipedus
6) Perdarahan
b. Pemeliharaan kesehatan
1) Diet rendah garam
2) Pemasukan cairan kurang terpenuhi
c. Pola cairan
Gejala : haus berkurang, cairan
kurang
Tanda : BB menurun melebihi 2-8%
dari BB semula, membran mukosa mulut kering, lidah kotor.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran : apatis-coma
2) Tekanan darah menurun
-
Nadi
meningkat
-
Pernafasan
cepat dan dalam
-
Suhu
meningkat pada waktu awal
3) BB meningkat
4) Turgor menurun
5) Membran mukosa mulut kering
6) CVP menurun
e. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
1) Urine
a) Osmolalilas kemih > 450 m osmol /
kg
b) Natrium urine< 10 meg / L
(penyebab di luar ginjal)
c) Natirum urine> 10 meg / L
(penyebab pada ginjal / adrenal)
d) OJ urine meningkat
e) Jumlah urine menurun (30-50 cc /
jam)
2) Darah
a) Ht meningkat
b) Kadar protein serum meningkat
c) Na+ seruim normal
d) Rasio buru / kreatin serum > 20 :
1 (N = 10 : 1)
e) Glukosa serum : normal / meningkat
f) Hb menurun.
Pengertian
Pitting
edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan
pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling
tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema (Brunner
and Suddarth, 2002).
Edema
merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah
yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan
sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial.
Jika edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi
pleura dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal
dinamakan asites. (Syarifuddin, 2001).
B. Penyebab edema
Primer
:
o Peningkatan
perneabilitas kapiler
o Berkurangnya
protein plasma
o Peningkatan
tekanan hidrostatik
o Obstruksi
limpa
Sekunder
o Peningkatan
tekanan koloid osmotic dalam jaringan
o Retensi
natrium dan air
C. Lokasi pemeriksaaan / daerah terjadinya
edema
o Daerah
sacrum
o Diatas
tibia
PITTING EDEMA
|
D. Langkah langkah pemeriksaaan
1.
Ucapkan
salam.
2.
Inspeksi
daerah edema ( simetris, apakah ada tanda tanda peradangan.
3.
Lakukan
palpasi pitting dengan cara menekan dengan menggunakan ibu jari dan amati waktu
kembalinya.
E. Penilaian
o
Derajat
I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
o
Derajat
I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
o
Derajat
III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
o
Derajat
IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7 detik
PITTING EDEMA
|
Reference
Desi
Deswita. 2011. Pemeriksaan Pitting Edema. Diakses pada tanggal 07 April 2012
pada http://desideswita.wordpress.com/2011/04/01/pemeriksaan-pitting-edema
PEMERIKSAAN FISIK GINJAL
Palpasi
Ginjal (Renal)
1. Atus Posisi pasien dengan tidur terlentang
2. Untuk
pemeriksaan ginjal abdomen prosedur tambahannya dengan melakukan palpasi Ginjal
Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien.
3. Tangan kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke depan).
3. Tangan kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke depan).
4. Tangan
kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot rectus,
minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kanan
dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(tentukan ukuran, nyeri tekan ga).
5. Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi.
6. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri: Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakan.
7. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (normalnya jarang teraba).
5. Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi.
6. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri: Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakan.
7. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (normalnya jarang teraba).
Perkusi
Ginjal (Renal)
Untuk pemeriksaan Perkusi ginjal prosedur tambahannya dengan memperlsilahkan penderita untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang penderita.
1. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan).
2. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kiri).
3. Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit.
. Pengertian
Kebutuhan Cairan & Elektrolit
Kebutuhan cairan & elektrolit ialah sebuah proses dinamik lantaran metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yg tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis & lingkungan. Cairan & elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yg berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau kekurangan.
B. Pengelompokan
Cairan Infus
Menurut pengelompokannya, cairan infus dapat di kelompokkan menjadi :
1. Cairan Hipotonik
:
Osmolaritasnya lebih rendah di bandingkan serum (konsentrasi ion Na+
lebih rendah di bandingkan serum), maka larut dalam serum, & menurunkan
osmolaritas serum. Sehingga cairan ditarik dari dalam pembuluh darah menuju ke
luar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas yang
rendah ke osmolaritas lebih tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yg dituju.
Digunakan pada kondisi sel “mengalami” dehidrasi, contohnya pada pasien cuci
darah (dialisis) dalam terapi diuretik, serta pada pasien hiperglikemia (dengan
kadar gula darah tinggi) dengan gangguan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yg
membahayakan ialah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke
sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular & peningkatan tekanan intrakranial
(didalam otak) pada sebagian beberapa orang. Misalnya ialah NaCl 45% &
Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik
:
Osmolaritas (merupakan tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum
(merupakan bagian cair dari komponen darah), maka terus berada di dalam
pembuluh darah. Berguna pada pasien yg mengalami hipovolemi (kekurangan cairan
tubuh, maka tekanan darah konsisten menurun). Mempunyai risiko terjadinya
overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif
& hipertensi. Misalnya ialah cairan Ringer-Laktat (RL), & normal
saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik
:
Osmolaritasnya lebih tinggi di bandingkan serum, maka “menarik” cairan
& elektrolit dari jaringan & sel ke dalam pembuluh darah. Dapat
mengurangi edema (bengkak), menstabilkan tekanan darah & meningkatkan
produksi urin . Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Contohnya
NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose
5%+NaCl 0,9%, product darah (darah), & albumin.
4. Kristaloid
bersifat isotonik, sehingga efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
ke dalam pembuluh darah dalam waktu yg singkat, & bermanfaat pada pasien yg
memerlukan cairan segera. Contohnya Ringer-Laktat & garam fisiologis.
5. Koloid
Ukuran molekulnya (umumnya protein) cukup besar maka tidak akan ke luar
dari membran kapiler, & terus berada dalam pembuluh darah, sehingga
sifatnya hipertonik, & mampu menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Misalnya ialah albumin & steroid.
C. Jenis-Jenis
Cairan Infuse & Fungsinya
Adapun jenis-jenis cairan infus antara lain :
Indikasi : Dehidrasi (syok hipovolemik & asidosis) pada keadaan :
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik,
dehidrasi berat, trauma.
Komposisi : Setiap liter asering terkandung didalamnya :
Komposisi : Setiap liter asering terkandung didalamnya :
§ Na 130 MEq
§ Cl 109 MEq
§ K 4 MEq
§ Ca 3 MEq
§ Asetat (garam) 28 MEq
Keunggulan :
§ Asetat dimetabolisme di otot, & masihlah dapat
ditolelir pada pasien yg mengalami gangguan hati
§ Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA akan
mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
§ Pada kasus bedah, asetat akan mempertahankan suhu
tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
§ Memiliki resiko vasodilator
§ Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 persen
sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, bisa meningkatkan tonisitas larutan infus maka
memperkecil risiko edema serebral
Indikasi :
§ Sebagai larutan awal apabila status elektrolit pasien
belum diketahui, misalnya ditemukan pada kasus emergensi (dehidrasi lantaran
asupan oral tidak memadai, demam)
§ Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian dengan
cara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) & 50-100 ml/jam pada
anak-anak
§ < 24 jam pasca operasi
§ Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak
diberikan lebih dari 100 ml/jam
Indikasi :
§ Mensuplai kalium sebesar 20 MEq/L untuk KA-EN 3B
§ Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan
harian air & elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti
ekskresi harian, pada kondisi asupan oral terbatas
§ Mensuplai kalium sebesar 10 MEq/L untuk KA-EN 3A
§ Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
Indikasi :
§ Rumatan untuk kasus di mana suplemen NPC dibutuhkan
400 Kcal/L
§ Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan
harian air & elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti
ekskresi harian, pada kondisi asupan oral terbatas
§ Mensuplai kalium 20 MEq/L
§ Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
Indikasi :
§ Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak
§ Tidak Dengan kandungan kalium, maka dapat diberikan
kepada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
§ Tepat digunakan buat dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml) :
§ K 0 MEq/L
§ Na 30 MEq/L
§ Cl 20 MEq/L
§ Laktat 10 MEq/L
§ Glukosa 40 Gr/L
Indikasi :
§ Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak
umur kurang 3 th
§ Mensuplai 8 MEq/L kalium pada pasien maka meminimalkan
risiko hipokalemia
§ Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi :
§ Na 30 MEq/L
§ K 8 MEq/L
§ Glukosa 37,5 Gr/L
§ Laktat 10 MEq/L
§ Cl 28 MEq/L
Indikasi :
§ Untuk resusitasi
§ Kehilangan Na > Cl, misal diare
§ Sindrom yg berkaitan dengan kehilangan natrium
(asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
Indikasi :
§ Suplai ion bikarbonat
§ Resusitasi
§ Asidosis metabolik
Indikasi :
§ Suplai air & karbohidrat dengan cara parenteral
pada penderita diabetik
§ Kondisi kritis lain yg membutuhkan nutrisi eksogen
seperti tumor, stres berat, infeksi berat & defisiensi protein
§ Dosis : 0,3 gr/kg BB/jam
§ Mengandung 400 Kcal/L
Indikasi :
§ Luka bakar
§ Stres metabolik berat
§ Infeksi berat
§ Kwasiokor
§ Pasca operasi
§ Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
§ Total Parenteral Nutrition
Indikasi :
§ Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
§ Penderita GI yg dipuasakan
§ Kebutuhan metabolik yg meningkat (misal luka bakar,
trauma & pasca operasi)
§ Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
§ Stres metabolik sedang/ringan
Indikasi :
§ Suplai asam amino pada hiponatremia & stres
metabolik ringan
§ Nitrisi dini pasca operasi
§ Tifoid
SOP
Pemasangan Infus
A. Pengertian
Pemasangan Infus merupakan pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh
lewat sebuah jarum ke dalam pembuluh darah intra vena (pembuluh balik) untuk
dapat menggantikan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
B. Tujuan
pemasangan infus
1. Mempertahankan dan mengganti cairan tubuh yg
didalamnya mengandung air, vitamin, elektrolit,lemak, protein ,&
kalori yg tidak mampu untuk dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral
2. Agar dapat memperbaiki keseimbangan asam basa
3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah Memberikan
jalan/jalur masuk dalam pemberian obat-obatan kedalam tubuh
4. Memonitor tekanan darah Intra Vena Central (CVP)
5. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan untuk
di istirahatkan.
C. Indikasi
pemasangan infus
1. Kondisi emergency (misalnya ketika tindakan RJP), yg
memungkinkan untuk pemberian obat secara langsung ke dalam pembuluh darah Intra
Vena
2. Untuk dapat memberikan respon yg cepat terhadap
pemberian obat (seperti furosemid, digoxin)
3. Pasien yg mendapat terapi obat dalam jumlah dosis
besar secara terus-menerus melalui pembuluh darah Intra vena
4. Pasien yg membutuhkan pencegahan gangguan cairan &
elektrolit
5. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan
mengurangi kepentingan dgn injeksi intramuskuler.
6. Pasien yg mendapatkan tranfusi darah
7. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum
prosedur (contohnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur
infus intravena untuk persiapan seandainya berlangsung syok, juga untuk
memudahkan pemberian obat)
8. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yg tidak stabil,
contohnya syok (meneror nyawa) & risiko dehidrasi (kekurangan cairan) ,
sebelum pembuluh darah kolaps (tak teraba), maka tak mampu dipasang pemasangan
infus.
D. Kontraindikasi
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) & infeksi di
area pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, lantaran
lokasi ini dapat digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt)
pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yg berpotensi iritan pada pembuluh vena
kecil yg aliran darahnya lambat (contohnya pembuluh vena di tungkai &
kaki).
E. Persiapan Alat
1. Standar infuse
2. Set infuse
4. Jarum infuse dengan ukuran yg tepat
5. Pengalas
6. Torniket
7. Kapas alcohol
8. Plester
9. Gunting Kasa steril
10.
Betadin
11.
Sarung tangan
F. Prosedur Kerja :
1. Jelaskan prosedur yg akan dilakukan Pemasangan infus |
dok. Aristianto
2. Cuci tangan
3. Hubungkan cairan &
infus set dgn memasukkan ke bagian karet atau akses selang ke botol infuse
4. Isi cairan ke dalam set infus dgn menekan ruang
tetesan sampai terisi sebagian & buka klem slang sampai cairan memenuhi
selang & udara selang ke luar
5. Letakkan pangalas dibawah lokasi ( vena ) yg akan
dilakukan penginfusan
6. Lakukan pembendungan dengan tornikut (karet
pembendung) 10 sampai 12 cm di atas tempat penusukan & anjurkan pasien
untuk menggenggam dengan gerakan sirkular ( apabila sadar )
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Disinfeksi daerah yg akan ditusuk dengan kapas alcohol
9. Lakukan penusukan pada pembuluh intra vena dengan
meletakkan ibu jari di bagian bawah vena da posisi jarum ( abocath ) mengarah
ke atas
10.
Perhatikan
adanya keluar darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik ke luar
bagian dalam ( jarum ) sambil melanjutkan tusukan ke dalam vena
11.
Setelah jarum
infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan
melakukan tekanan menggunakan jari tangan agar darah tidak ke luar. Seterusnya
bagian infus dihubungkan atau disambungkan dengan slang infuse
12.
Buka pengatur
tetesan & atur kecepatan sesuai dengan dosis yg diberikan
13.
Jalankan fiksasi
dengan kasa steril
14.
Tuliskan tanggal
& waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum
15.
Lepaskan sarung
tangan & cuci tangan
G. Dokumentasi
Pendokumentasian keperawatan mesti jelas :
1. waktu pemasangan
2. type cairan
3. Tempat insersi (melalui IV)
4. Kecepatan aliran (tetesan/menit)
5. Respon klien sesudah dilakukan tindakan pemasangan
infuse
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayat, A, dkk. 2005. Buku Saku: Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Kusyati, Eni. 2006. keterampilan dan prosedur
laboraturium keperawatan dasar. Jakarta:EGC
6.
Arifianto.2006.Pemberian
Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids). http://www.sehatgroup.web.id/?p=20.admin.17.11.2012.
08:47
Pawiroharjo,
Sarwono, 2010. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Tridasa Printer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar